doa pengikat hati

Yaa Alloh, sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati-hati ini telah berkumpul dalam cinta hanya kepada-Mu, bertemu dalam ketaatan kepada-Mu bersatu dalam dakwah-Mu, berjanji setia untuk membela syari'at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertalian ini, abadikanlah kasih sayang ini, tunjukkanlah jalan kami, dan penuhilah dengan cahya-Mu yang tak pernah padam, lapangkanlah dada ini dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma'rifat-Mu, dan matikanlah dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amien.....

Kamis, 04 Desember 2008

QS: Al-’Ashr - Corporate Value DJP

Mendengar dua orang berbantahan, membuat dada ini berdetak lebih keras; aku memang tidak menyukai “benturan”.
Hari-hari yang aku impikan adalah hari kerja yang menyenangkan, senyum, canda...kalaulah memang ada perbedaan, janganlah ada benturan yang menyakitkan; kemas-lah ia dalam canda yang penuh cinta. Asyik-asyik aja lah….

Jadi ingat, pesan Alloh dalam surah al-Ashr:
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Ketika Alloh berfirman tentang waktu; Dia lanjutkan dengan kalimat “sesungguhnya Manusia dalam kerugian”, karena waktu terus bergerak, tak dapat diulang, jadi siapapun pasti akan merugi, kecuali tiga golongan:

A. Orang-orang yang beriman; adalah orang-orang yang memiliki orientasi dan motivasi hidup yang benar. Meyakini al-Haq dengan kesungguhan hati. Mereka memiliki integritas moral yang tinggi;

B. Orang-orang yang beramal sholeh; adalah orang-orang yang professional, cakap di bidang keahliannya, mau bekerja keras dalam segala bentuk kebaikan, dan mampu ber-inovasi sehingga kualitas kerja kebaikan itu menjadi selalu lebih baik dari hari ke hari;

C. dan Orang-orang yang mau saling berbagi nasehat dalam:
1. Kebenaran: nasehat atas substansi
2. Kesabaran: nasehat atas cara
3. Cinta dan Sayang: nasehat atas kemasan (QS.Al-Balad: 17)

Jika kita rajin untuk saling bernasehat dalam kebenaran, kesabaran, dan cinta, maka tak akan ada ”benturan” yang menyakitkan itu. Kita bisa hidup dalam beda namun tetap tenang dan santun; dalam satu teamwork yang solid;

Semangat kita: semangat mencari solusi bukan ambisi membangun imej pribadi masing-masing.....
QS: Al-’Ashr = Corporate Value DJP:
1. Beriman = Integritas
2. Beramal Sholeh = Profesional, Inovasi
3. Saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran = Teamwork

Kamis, 30 Oktober 2008

Agar Dapat Menikmati Islam

bahan ketemuan kita Kamis malam, tanggal 30 Oktober 2008:
di nukil dari tulisan ustadz H. Musyafa Ahmad Rahim, Lc.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al Maidah: 3).

Hari itu adalah hari pertama Ali Thanthawi (alm) mengajar di sekolah menengah umum. Beliau adalah guru agama yang ditugaskan di situ. Begitu beliau sampai di depan kelas, siswa-siswi langsung gaduh, ribut tidak karuan. Beliaupun heran, tadinya anak-anak baik-baik saja, kok sekarang ribut? Ada apa?Beliau bertanya kepada mereka, “Kenapa begitu saya datang kalian ribut?” Mereka menjawab, “Sebab sekarang adalah jam pelajaran agama, pelajaran santai dan asal-asalan atau asal ada!”

Itulah gambaran pengalaman Syekh Ali Thanthawi (alm) sewaktu beliau menjadi guru agama Islam di sebuah sekolah di salah satu Negara Timur Tengah. Pengalaman ini menggambarkan bahwa agama Islam sudah sedemikian parah dipahami dan dimengerti oleh para anak didik, sampai-sampai mata pelajaran agama dan jamnya dijadikan sebagai saat untuk santai, gaduh dan ribut yang sama sekali tidak ada konsentrasi. Itu dulu.Sekarang, Amerika sedang memelopori gerakan perang melawan terorisme. Dan salah satu proyeknya adalah mengganti kurikulum pendidikan agama Islam dengan konsepsi dan pemahaman yang diinginkan Amerika. Proyek penggantian kurikulum ini terus digalakkan, termasuk di Negara-negara Timur Tengah. Dan jika proyek ini berhasil dan sukses, bisa kita bayangkan akan seperti apakah pemahaman masyarakat terhadap Islam nantinya?

Pada suatu hari, Syekh Ali Thanthawi (alm) bertanya kepada para muridnya, “Mungkinkah kita menjelaskan tentang Islam dalam tempo satu jam kepada orang-orang yang belum memahami Islam?” Para murid menjawab, “Tidak mungkin, bagaimana kita mungkin menjelaskan apa itu Islam hanya dalam tempo satu jam kepada seseorang yang sama sekali belum mengerti tentang Islam.”

Syekh Ali Thanthawi (alm) menjawab, “Tetapi, Rasulullah Saw. dahulu mampu menjelaskan tentang Islam hanya dalam beberapa kalimat saja, dan seorang badui yang untuk pertama kali mendengarnya, langsung bisa memahaminya dan bahkan mampu menjelaskannya kembali kepada kaumnya. Padahal yang namanya orang badui itu adalah seseorang yang hidupnya nomaden, berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan lain, sesuai dengan wilayah hujan dan rumput. Mereka tidak mengenal budaya perkampungan, perkotaan, apalagi peradaban, termasuk juga mereka tidak mengenal agama. Yang mereka kuasai hanyalah logika yang sederhana saja.”

Kalau begitu, marilah kita sekarang mencoba mengerti dan memahami Islam dalam tempo yang singkat, namun padat dan jelas, insya Allah. Semoga Allah Swt. memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, amin

Pada hari Jum'at, tanggal 09 Dzul Hijjah tahun 10 H, Rasulullah Saw. dan para sahabatnya sedang berkumpul di Arafah, sebuah tempat dekat kota Makkah di Semenanjung Arabia. Mereka sedang menjalani sebuah ritual yang dikenal dengan nama wukuf. Saat mereka sedang wukuf itulah Allah Swt. menurunkan keterangan tentang agama yang dibawa oleh utusan-Nya yang terakhir. Keterangan itu (dan selanjutnya kita sebut Firman) berbunyi,
”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al-Maidah: 3).

Firman Allah Swt. menjelaskan kepada kita beberapa hal, yaitu,

1. Agama Islam ini adalah agama yang sempurna. Istilahnya kamil. Di dalam agama ini terdapat berbagai penjelasan dan jalan hidup dalam berbagai sisi kehidupan, baik kehidupan ritual, seremonial, pergaulan, sosial, ekonomi, politik, budaya, keamanan dan sisi-sisi kehidupan lainnya. Tidak ada satu pun sisi kehidupan kecuali agama ini menjelaskan mana yang baik dan membawa manfaat dan mana yang buruk yang mendatangkan mara bahaya.

2. Agama Islam ini adalah kenikmatan yang Allah Swt. berikan kepada kita secara lengkap. Istilahnya tamam. Terkait dengan Islam adalah nikmat, Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita agar selesai makan, atau minum, kita mengucapkan doa, “Al-hamdulillah al-ladzii ath'amana wa saqana waja'alana Muslimin” (segala puji milik Allah Swt. yang telah memberikan makan dan minum kepada kami, dan menjadikan kami orang-orang Islam). Dalam doa yang diajarkan Rasulullah Saw. kepada kita ini ada satu hal yang menarik, yaitu Beliau Saw. merangkaikan kenikmatan makan dan minum dengan kenikmatan kita sebagai orang Islam. Hal ini menegaskan kepada kita bahwa agama Islam dan ber-Islam adalah sebuah kenikmatan.Mungkin ada sebagian kita yang bertanya, “Kenapa selama ini kita kok tidak atau kurang begitu merasakan Islam sebagai kenikmatan?” Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa melihat kasus tidak bisa merasakan nikmatanya makan dan minum, yang memang oleh Rasulullah Saw. dirangkaikan dengan kenikmatan Islam dan ber-Islam.Paling tidak ada dua penyebab, kenapa kita tidak atau kurang merasakan nikmat Islam atau ber-Islam sebagaimana kita tidak atau kurang merasakan nikmat makanan dan minuman.
Pertama, mungkin karena lemahnya pemahaman kita terhadap Islam,. Karena ketidaktahuan kita, makanan yang sebenarnya lezat, nikmat dan bergizi, tidak mau kita konsumsi. Sepeti anak kecil, untuk mengkonsumsi makanan bergizi, kita harus menyuapinya, dan bahkan mengejar-ngejarnya. Setelah dia dewasa, dan paham, dialah yang gantian mengejar-ngejar kita untuk memenuhi permintaannya. Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan pengetahuan, wawasan dan pemahaman kita terhadap agama kita, agar bisa merasakan nikmat Islam dan ber-Islam.
Kedua, atau mungkin karena adanya penyakit dalam diri kita, sariawan misalnya. Sehingga, makanan yang lezat dan enak itu menjadi tidak nikmat dan tidak lezat. Oleh karena itu, marilah kita bersihkan diri kita dari berbagai penyakit hati dan jiwa, agar kita bisa menikmati Islam dan ber-Islam.

3. Agama Islam adalah agama yang diterima dan diridhai Allah Swt. Istilahnya, agama yang mardhiy. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt pada ayat lain dari Al Qur'an, yaitu,“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah Swt. hanyalah Islam” (QS Ali Imran: 19).Bahkan, pada ayat lain, Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia tidak akan menerima agama selain Islam, dan siapa saja yang mengikuti selain Islam, di dunia amalnya tidak akan diterima dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi. Allah Swt., berfirman,“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS Al Maidah: 85)Itulah satu sisi gambaran tentang Islam, dan masih banyak lagi gambaran-gambaran lainnya, baik yang ada dalam Al-Qur'an maupun yang ada dalam hadits Rasulullah Saw., ataupun dalam kehidupan para sahabat Nabi Saw., generasi yang pertama-tama menerapkan dan mempraktekkan Islam dan ber-Islam dalam kehidupan mereka, semoga Allah Swt. senantiasa memberikan bimbingan kepada kita untuk terus meningkatkan wawasan dan pemahaman kita, dan semoga kita tidak meninggal kecuali dalam keadaan muslim, amin. Wallahu a’lam bishshawab.

Rabu, 29 Oktober 2008

Sabar Menyongsong Pernikahan

Ehm...
Untuk para jomblo yang membuka blog ini, yang sedang menanti datangnya sebuah moment yang penting dalam hidup ini, yaitu "Pernikahan", namun tak kunjung moment tersebut tiba, maka mungkin artikel ini layak untuk dibaca....(^_^)

tentang-pernikahan.com- Sikap sabar sangat diperlukan manusia ketika ditimpa ujian, ketika menunggu sesuatu, dan ketika ingin berubah.

Bagaimana dengan urusan menikah ?
Membahas pernikahan berarti membahas masalah taqdir. Dan inilah ujian bagi sang penanti, sabar menanti datangnya jodoh dengan meyakini rahasia ALLAH tentang yang satu ini.

Ujian ini sangat lekat dengan ujian aqidah. Tidak sedikit orang yang berputus asa untuk menjemput taqdir ini, bahkan ada yang sampai bunuh diri. Bahkan syetan yang ingin memperbanyak temannya di neraka menyusup, menggoda manusia untuk mencari peruntungan jodohnya ke dukun. "Cinta ditolak, dukun bertindak.." begitu katanya.

Seorang hamba ALLAH yang sholih tidak seharusnya tunduk kepada kemauan syetan, lantas menyerah dengan ujian ini. Maka, kesabaran sangat diperlukan. Ada tiga kesabaran yang perlu ditanamkan dan diperkuat dalam jiwa sehingga menjadi tembok besar penahan ujian. Sabar dalam ketaatan, sabar dalam menghindari maksiat, dan sabar dalam menghadapi musibah.

Sabar dalam ketaatan, artinya teguh menjalankan ketaatan-ketaatan yang diperintahkan oleh ALLAH dan RasulNYA. Seorang penanti yang sabar akan selalu teguh dijalan ketaatan, sehingga proses-proses yang dijalani menuju pernikahannya pun dijalankan sesuai ketentuan dan ketetapan ALLAH dan RasulNYA. Mulai proses pencarian, perkenalan, silaturrahiim, khitbah, sampai ijab kabul semuanya berjalan di atas rel ketaatan. Dan niat yang ikhlas karena ALLAH SWT adalah kuncinya. Karena syetan tidak akan berhasil menjerumuskan orang yang ikhlash.

Sabar dalam menghindari maksiat, artinya seorang penanti senantiasa teguh menanti dengan menghindari seminimal mungkin godaan-godaan yang melintas di depannya. Kedekatan kepada ALLAH menjadi kuncinya, yaitu melalui ketaatan yang terus menerus. Sesuatu yang diisi dengan kebaikan, maka keburukan akan menjauh.

Musibah kapan saja bisa terjadi, termasuk berkaitan dengan persiapan pernikahan. Ada yang calonnya meninggal di waktu-waktu dekat pernikahan. Ada salah satu pihak yang tiba-tiba membatalkan saat undangan sudah menyebar. Inilah ujian yang bisa saja menimpa dengan sekonyong-konyong. Keyakinan kepada ALLAH dan taqdirNYA menjadi penguat langkah untuk tegar mengahdapi musibah.

Sabar adalah kekuatan seorang mukmin. Tetapi sabar bukanlah pasif yang hanya menunggu tanpa berusaha dan berdoa. Sabar dalam usaha dan doa adalah termasuk sabar dalam ketaatan.

ALLAH telah berfirman,

"Sesungguhnya ALLAH tidak akan merubah keadaaan sebuah kaum sehingga ia merubah apa-apa yang ada pada dirinya "( Ar Ra'd : 11).

"Mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat "(Al Baqarah : 153 )


Wallaahu a'lam, semoga kita semua dikaruniai kesabaran dan keikhlasan dalam menempuh jalan ketaatan. Aamiin.

Perang Bani Nadhir

Sejak jaman dahulu, bangsa Yahudi memang dikenal sebagai ahli makar. Pembunuhan terhadap para Nabi dan kekejian lainnya tidak lepas dari tangan-tangan mereka. Berbagai peperangan yang muncul di jaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga lahir dari persekongkolan jahat mereka. Salah satunya adalah Peperangan Bani Nadhir.Sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, sudah ada tiga kabilah besar bangsa Yahudi yang menetap di negeri tersebut. Mereka adalah Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Masing-masing kabilah ini mempunyai sekutu dari kalangan penduduk asli Madinah yaitu Aus dan Khazraj. Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir bersekutu dengan Khazraj, sedangkan Bani Quraizhah menjadi sekutu Aus.Setiap kali terjadi peperangan di antara mereka dengan sekutu masing-masing, orang-orang Yahudi mengancam kaum musyrikin (Aus dan Khazraj) ketika itu dengan mengatakan: “Sudah tiba masanya kedatangan nabi kami. Dan kami akan memerangi kalian seperti memerangi ‘Ad dan Iram.”Ketika muncul Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan Quraisy, berimanlah Aus dan Khazraj. Sementara orang-orang Yahudi justru kafir kepada beliau. Tentang merekalah turunnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ
Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur`an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, namun setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah: 89)

Bani Nadhir adalah salah satu kabilah terbesar bangsa Yahudi yang bermukim di sebelah selatan Madinah sebelum kedatangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, mereka pun kafir kepada beliau bersama orang-orang kafir Yahudi lainnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri mengadakan ikatan perjanjian dengan seluruh golongan Yahudi yang menjadi tetangga beliau di Madinah.Sebab-sebab Terjadinya PeperanganKetika perang Badr usai, enam bulan setelah peristiwa besar tersebut1, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menemui dan meminta mereka agar membantu beliau dalam urusan diyat (tebusan) orang-orang Bani Kilab yang dibunuh ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamari. Merekapun berkata: “Kami akan bantu, wahai Abul Qasim (maksudnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, red.). Duduklah di sini sampai kami selesaikan keperluanmu!”
Kemudian sebagian mereka memencilkan diri dari yang lain. Lalu setan membisikkan kepada mereka ‘kehinaan’ yang telah ditakdirkan atas mereka. (Dengan bisikan itu) mereka mencoba melakukan intrik keji untuk membunuh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Salah seorang dari mereka berkata: “Siapa di antara kalian yang memegang penggilingan ini, lalu naik ke loteng dan melemparkannya ke kepalanya sampai remuk?”Orang paling celaka dari mereka, ‘Amr bin Jihasy, berkata: “Aku.”Namun Sallam bin Misykam berkata kepada mereka: “Jangan lakukan. Demi Allah, pasti Dia akan membongkar apa yang kalian rencanakan terhadapnya. Sungguh, ini artinya melanggar perjanjian antara kita dengannya.”Lalu datanglah Jibril menceritakan persekongkolan busuk mereka. Beliaupun bangkit dengan cepat dan segera menuju ke Madinah. Para shahabatpun menyusul beliau dan berkata: “Anda bangkit tanpa kami sadari?” Beliau pun menceritakan rencana keji orang-orang Yahudi itu atas beliau.Setelah itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim utusan kepada mereka untuk memerintahkan: “Keluarlah kalian dari Madinah dan jangan bertetangga denganku di sini. Aku beri waktu sepuluh hari. Siapa yang masih kedapatan di Madinah setelah hari itu, tentu aku tebas lehernya.”Akhirnya mereka mempersiapkan diri selama beberapa hari. Datanglah kepada mereka gembong munafik Abdullah bin Ubay bin Salul, sembari mengatakan: “Janganlah kalian keluar dari rumah kalian. Karena saat ini aku memiliki sekitar dua ribu pasukan yang siap bertahan bersama di benteng kalian ini. Mereka siap mati membela kalian. Bahkan Bani Quraizhah serta para sekutu kalian dari Ghathafan tentu akan membela kalian.”Akhirnya Huyai bin Akhthab (pemimpin Bani Nadhir, red.) tergiur dengan bujukan ini dan mengutus seseorang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengatakan: “Kami tidak akan keluar dari kampung (rumah-rumah) kami. Berbuatlah sesukamu.”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat bertakbir, lalu berangkat menuju perkampungan mereka. Saat itu, ‘Ali bin Abi Thalib lah yang membawa bendera beliau.Merekapun mengepung benteng Yahudi ini dan melemparinya dengan panah dan batu. Ternyata Bani Quraizhah meninggalkan Bani Nadhir. Bahkan sekutu mereka, Ibnu Ubay dan Ghathafan juga mengkhianati mereka.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengepung mereka selama enam hari. Beliau menebang pokok-pokok (pohon) kurma milik mereka dan membakarnya.Kemudian orang-orang Yahudi itu mengutus seseorang untuk memohon: “Kami akan keluar dari Madinah.” Beliau akhirnya memperkenankan mereka keluar dari kota itu dengan hanya membawa anak-cucu mereka serta barang-barang yang dapat diangkut seekor unta kecuali senjata. Dari sinilah kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat memperoleh harta dan senjata.Seperlima bagian dari rampasan perang Bani Nadhir ini tidak dibagikan, dikhususkan bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para pengganti beliau (para pemimpin, khalifah, -pent.) demi kepentingan kaum muslimin. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikannya kepada beliau sebagai fai’, tanpa kaum muslimin mengerahkan seekor kuda ataupun unta untuk mendapatkannya.Akhirnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusir mereka termasuk pembesar mereka, Huyai bin Akhthab, ke wilayah Khaibar. Beliau menguasai tanah dan rumah-rumah berikut senjata. Ketika itu diperoleh sekitar 50 perisai, 50 buah topi baja, dan 340 bilah pedang. Inilah kisah mereka yang diuraikan oleh sejumlah ahli sejarah.Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan tentang hal ini:

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَتْ أَمْوَالُ بَنِي النَّضِيْرِ مِمَّا أَفَاءَ اللهُ عَلَى رَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا لَمْ يُوْجِفْ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَيْهِ بِخَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ، فَكَانَتْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاصَّةً وَكَانَ يُنْفِقُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةَ سَنَتِهِ ثُمَّ يَجْعَلُ مَا بَقِيَ فِي السِّلاَحِ وَالْكُرَاعِ عُدَّةً فِي سَبِيْلِ اللهِDari ‘Umar radhiallahu 'anhu, katanya: “Harta Bani Nadhir merupakan harta fai’ yang Allah berikan kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa kaum muslimin mengerahkan kuda dan unta untuk memperolehnya. Harta itu milik Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara khusus. Beliau menginfakkannya untuk keluarganya sebagai nafkah selama setahun, kemudian sisanya berupa senjata dan tanah sebagai persiapan bekal (jihad) di jalan Allah.”

Beberapa Pelajaran dari Kisah IniBerkaitan dengan peristiwa ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan awal surat Al-Hasyr (1-5) dan ditegaskan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (Kitab Al-Maghazi dan Tafsir Al-Qur`an) dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma:

عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: قُلْتُ لاِبْنِ عَبَّاسٍ سُوْرَةُ الْحَشْرِ، قَالَ: قُلْ سُوْرَةُ النَّضِيْرِ
Dari Sa’id bin Jubair, dia berkata: “Aku berkata kepada Ibnu ‘Abbas: ‘Surat Al-Hasyr.’ Kata beliau: “Katakanlah: ‘Surat An-Nadhir’.”Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي
السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ. هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِنَ اللهِ فَأَتَاهُمُ اللهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِأَيْدِيْهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِيْنَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي اْلأَبْصَارِ. وَلَوْلاَ أَنْ كَتَبَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَلاَءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ. ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَمَنْ يُشَاقِّ اللهَ فَإِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ. مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِيْنَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوْهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُوْلِهَا فَبِإِذْنِ اللهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِيْنَ
"Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kali. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah. Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah benamkan rasa takut ke dalam hati mereka; mereka musnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (peristiwa itu) sebagai pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. Dan jikalau tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu menerangkan makna ayat ini dalam tafsirnya sebagai berikut:Allah Subhanahu wa Ta'ala mengawali surat ini dengan penjelasan bahwa semua yang ada di langit dan bumi bertasbih memuji Rabbnya, mensucikan-Nya dari semua perkara yang tidak sesuai dengan kemuliaan-Nya, menghambakan diri dan tunduk kepada kebesaran-Nya. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Perkasa lagi Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi-Nya serta tidak ada sesuatupun yang sulit bagi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Mempunyai hikmah, dalam penciptaan dan perintah-Nya. Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan segala sesuatu ini dengan sia-sia. Dan Dia tidak menetapkan syariat yang tidak mengandung kemaslahatan.Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak berbuat kecuali sesuai dengan hikmah-Nya. Termasuk dalam hal ini adalah pertolongan-Nya kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam atas orang-orang kafir ahli kitab dari Bani Nadhir yang melanggar perjanjian dengan Rasul-Nya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala keluarkan mereka dari rumah dan tempat tinggal yang mereka cintai.Pengusiran mereka ini merupakan pengusiran pertama yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala atas mereka melalui tangan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka diusir hingga ke Khaibar.Ayat yang mulia ini memberi isyarat bahwa pengusiran mereka tidak hanya terjadi dalam peristiwa tersebut. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusir mereka sekali lagi dari Khaibar. Juga di masa pemerintahan ‘Umar radhiallahu 'anhu yang mengeluarkan seluruh Yahudi dari jazirah Arab.Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: مَا ظَنَنْتُمْ (Kamu tiada menyangka), wahai kaum muslimin.Dan firman Allah: أَنْ يَخْرُجُوا (bahwa mereka akan keluar).Yakni, keluar dari rumah mereka karena kuatnya benteng pertahanan mereka dan mereka merasa mulia di dalamnya.Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِنَ اللهِ(dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah Subhanahu wa Ta'ala).Artinya, kokohnya pertahanan mereka ini membuat mereka bangga. Namun hal ini justru memperdaya mereka. Mereka merasa tidak akan mungkin bisa dikalahkan dan tidak ada satupun yang sanggup menghadapi mereka. Padahal kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala ada di balik itu semua. Benteng mereka sama sekali tidak dapat melepaskan diri mereka dari adzab Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan kekuatan pertahanan mereka sedikitpun tidak berguna bagi mereka.Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan:فَأَتَاهُمُ اللهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا(maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka).Tidak pernah terbetik dalam pikiran mereka bahwa mereka akan didatangi dari arah tersebut.Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:وَقَذَفَ فِي قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ(Dan Allah benamkan ketakutan ke dalam hati mereka).Yaitu rasa takut yang sangat hebat. Rasa takut ini merupakan tentara Allah Subhanahu wa Ta'ala paling besar, yang tidak mungkin dilawan dengan jumlah dan persenjataan sebesar apapun. Tidak mungkin dihadapi oleh kekuatan dan kehebatan yang bagaimanapun.Kalaupun kekalahan menimpa mereka dari arah tertentu, mereka beranggapan bahwa itu tidak lain karena benteng pertahanan mereka. Mereka merasa tenteram dengan kekokohannya. Padahal, siapa yang mempercayakan sepenuhnya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, dia pasti akan terhina. Dan siapa yang bersandar kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti hal itu menjadi bencana atasnya.Maka datanglah ketetapan dari langit yang menerpa hati sanubari mereka yang sebenarnya merupakan lahan keteguhan dan kesabaran atau kelemahan. Allah Subhanahu wa Ta'ala lenyapkan kekuatan dan kekokohan hati itu, dan membiarkan kelemahan serta ketakutan bertahta di dalamnya. Alhasil, tidak ada lagi tipu daya serta kekuatannya. Dan keadaan ini justru menjadi kemenangan kaum mukminin atas mereka.Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan:يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِأَيْدِيْهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِيْنَ(mereka musnahkan rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman).Semua itu karena mereka pernah mengadakan kesepakatan dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mereka boleh membawa barang-barang yang dapat diangkut seekor unta. Karena itulah mereka menghancurkan atap-atap rumah yang masih mereka anggap baik. Mereka berikan keleluasaan bagi kaum mukminin –akibat kejahatan mereka sendiri– untuk menghancurkan rumah dan benteng-benteng mereka. Dengan demikian, sesungguhnya mereka sendirilah yang berbuat jahat terhadap diri mereka. Jadilah mereka sendiri yang mempunyai andil besar dalam kekalahan dan kehinaan tersebut.Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي اْلأَبْصَارِ
(Maka ambillah (peristiwa itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan).Artinya, bashirah yang tajam, akal yang sempurna. Karena sesungguhnya di dalam kejadian ini terdapat pelajaran yang membantu mengenal bagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala bertindak terhadap orang-orang yang keras kepala dan menentang kebenaran (Al-Haq), serta mengikuti hawa nafsunya. Kemuliaan mereka tidak lagi berguna. Kekuatan mereka pun tidak mampu menolong mereka. Bahkan benteng mereka tidak dapat melindungi mereka sedikitpun ketika keputusan Allah Subhanahu wa Ta'ala datang kepada mereka. Hukuman atas dosa-dosa mereka pun menimpa mereka.Pelajaran (hukum) yang diambil berdasarkan keumuman lafadz suatu nash (ayat atau hadits) bukan berdasarkan sebab yang khusus. Sehingga, dapat dipahami bahwa ayat yang mulia ini merupakan alasan (dalil) adanya perintah untuk melakukan i’tibar (perbandingan, mengambil pelajaran). Termasuk di sini menilai suatu hal dengan hal yang semisal dengannya, atau menganalogikan (kias) suatu perkara dengan yang menyerupainya. Juga merenungkan makna dan hukum yang terdapat di dalam ketetapan-ketetapan tersebut. Di sinilah letak peranan akal dan pikiran. Melalui hal ini, pemahaman akan semakin bertambah, bashirah semakin terang, dan iman juga semakin meningkat. Selanjutnya, pemahaman yang hakikipun akan dapat diperoleh.Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan bahwa orang-orang Yahudi ini tidaklah merasakan semua hukuman yang pantas mereka terima. Artinya, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberi keringanan bagi mereka.Seandainya bukan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan pengusiran terhadap mereka dan menentukan takdir yang sama sekali tidak dapat diganti dan berubah, tentulah ada perkara lain berupa adzab dunia yang akan mereka rasakan. Akan tetapi mereka –meskipun tidak mengalami adzab yang berat di dunia– sesungguhnya mereka di akhirat telah disediakan adzab neraka yang tidak satupun mengetahui kedahsyatannya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.Sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka bahwa hukuman mereka telah selesai dan tidak ada lagi yang tersisa. Karena siksaan yang Allah Subhanahu wa Ta'ala sediakan bagi mereka di akhirat jauh lebih berat dan lebih mengerikan. Semua ini karena mereka telah menentang Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Mereka memusuhi dan memerangi Allah Subhanahu wa Ta'ala serta Rasul-Nya. Bahkan bersegera dalam mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Demikianlah sunnatullah (ketetapan Allah Subhanahu wa Ta'ala) terhadap orang-orang yang menentang-Nya.Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَمَنْ يُشَاقِّ اللهَ فَإِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
(Barangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya).
Artinya, tatkala orang-orang Yahudi Bani Nadhir mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukminin yang menebang pohon-pohon kurma, bahkan menuduh mereka berbuat kerusakan, mereka merasa mendapat celah untuk mengecam kaum muslimin. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan bahwa penebangan pohon-pohon kurma ataupun membiarkannya tetap tumbuh adalah dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perintah-Nya. Juga: وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِيْنَ (dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik).Artinya, di sini Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kekuasaan kepada kaum mukminin untuk menebang dan membakar pohon-pohon tersebut agar menjadi hukuman dan kehinaan bagi mereka di dunia. Kemudian, dengan tindakan ini dapat diketahui betapa lengkapnya kelemahan mereka, di mana sama sekali tidak mampu menyelamatkan pohon-pohon kurma yang merupakan modal kekuatan mereka.Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: لِيْنَةٍ adalah kata yang meliputi semua pohon kurma, menurut pendapat yang paling tepat dan lebih utama.Inilah keadaan Bani Nadhir. Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala menghukum mereka di dunia, kemudian menerangkan tentang kepada siapa jatuhnya semua harta benda dan kekayaan mereka.Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَمَا أَفَاءَ اللهُ عَلَى رَسُوْلِهِ مِنْهُمْ
Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (berupa harta benda) mereka), yakni dari Bani Nadhir.Sesungguhnya kalian –wahai kaum muslimin– untuk mendapatkan itu sama sekali

مَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ
(kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun).
Maksudnya, kalian wahai muslimin, sama sekali tidak harus bersusah payah memperolehnya, dengan mengerahkan jiwa raga dan kendaraan kalian. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melemparkan rasa takut yang sangat hebat ke dalam hati mereka, hingga akhirnya mereka datang menyerah kepada kalian. Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَلَكِنَّ اللهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Akan tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Sebagai kesempurnaan kodrat-Nya, tidak ada satupun yang dapat menghalangi-Nya dan tidak ada satupun kekuatan yang dapat mengalahkan-Nya.Al-Fai’ menurut istilah para ulama ahli fiqih adalah harta orang-orang kafir yang diambil dengan alasan yang haq (benar) tanpa melalui pertempuran. Seperti harta (Bani Nadhir) ini, di mana mereka lari dan meninggalkannya karena takut kepada kaum muslimin. Harta ini dinamakan fai’, karena harta ini berpindah dari tangan orang-orang kafir yang tidak berhak, kepada kaum muslimin yang lebih berhak dan hukumnya berlaku secara umum.Wallahu a’lam. (insya Allah bersambung: Perang Dzatu Riqa)1 Ini berdasarkan keterangan Ibnu Syihab Az-Zuhri dan Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu yang menyatakan bahwa perang Bani Nadhir ini terjadi 6 bulan sesudah perang Badr Al-Kubra. Dan ini adalah kekeliruan Az-Zuhri, atau kesalahan orang yang menukil dari beliau. Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (3/249) menerangkan: “Tidak ragu lagi bahwa peristiwa ini terjadi setelah perang Uhud. Adapun yang terjadi setelah perang Badr adalah perang Bani Qainuqa’. Jadi, peperangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melawan Yahudi terjadi empat kali. Yang pertama dengan Bani Qainuqa’ yaitu setelah perang Badr, yang kedua dengan Bani Nadhir setelah perang Uhud, yang ketiga dengan Bani Quraizhah setelah peristiwa Khandaq, dan keempat dengan Yahudi Khaibar setelah peristiwa Hudaibiyah. Wallohu A'lam

Selasa, 28 Oktober 2008

Bersikap Lembut dan Rendah Hati

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ ... (آل عمران:159)
“Maka disebabkan rahmat Allah atasmu, kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka…”(QS.:3:159)

Ikhwan dan akhwat fillah, sejarah telah memaparkan pancaran pesona akhlaq Rasulullah dalam perjuangan dakwah beliau sebagai suri teladan bagi kita (QS.:33:21). Kemudian Allah SWT menguatkan dengan firman-Nya “wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhiim”(QS.:68:4). Tentunya ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Rumusan nyata dan gamblang tentang model manusia terbaik. Maka siapa yang ingin berhasil dalam mengemban tugas dakwah sebagaimana Rasul, hendaklah mengikuti jejak langkah Rasulullah dan menerapkan akhlaq Rasulullah dalam segenap aktivitas kehidupannya.Dulu sering kita jumpai keluhan-keluhan dan kekecewaan terhadap penanganan dakwah di kalangan para mutarobbi. Fenomena berjatuhannya para aktivis dakwah, ditambah lagi dengan ketidaksukaan mereka terhadap pola dakwah ternyata - menurut mereka - disebabkan karena seringnya mereka menerima perlakuan yang tidak bijaksana.
Jawaban sederhana dari permasalahan di atas boleh jadi karena ketidak utuhan kita dalam meneladani Rasul atau bahkan mungkin karena kita belum mampu menanamkan akhlaq Rasul pada diri mereka. Akibatnya kita sering tidak sabar dan tidak bijaksana menyikapi mereka, sementara merekapun terlalu mudah tersinggung dan cengeng menyikapi teguran dan nasihat yang mereka anggap sebagai pengekang kebebasan. Komunikasi yang tidak sehat ini sebenarnya bisa diatasi dengan menyadari sepenuh hati akan begitu pentingnya penanaman dan penerapan akhlaq Rasulullah dalam berbagai pendekatan dakwah. Ditinjau dari segi juru dakwah, keinginan meluruskan, teguran, penugasan, sindiran dan sebagainya sebenarnya dapat dikemas dengan akhlaq. Begitupun dari segi mad’u, ketidakpuasan, ketersinggungan, perasaan terkekang dan kejenuhan juga dapat diredam dengan akhlaq. Akhlaq menuntun kepada kemampuan untuk saling menjaga perasaan, saling memaklumi kesalahan dan mengantarkan kepada penyelesaian terbaik.Banyak murabbi yang dikecewakan dan ditinggalkan binaaanya, tapi dia mampu mengemas luka itu dengan empati dan terus mendoakan kebaikan bagi binaannya. Bahkan diiringi harapan suatu saat Allah mengembalikan binaannya dalam aktvitas dakwah, walaupun mungkin bukan dalam penanganannya. “Mungkin dengan saya tidak cocok, tapi semoga dengan murabbi lain cocok”. Ada mutarabbi yang diperlakukan tidak bijaksana oleh murabbinya namun akhlaq menuntunnya untuk mengerti dan menyadari bahwa murabbinya bukan nabi, sehingga dia tidak dendam dan menjelek-jelekkan murabbinya, melainkan tetap merasa bahwa murabbi dengan segala kekurangannya telah berjasa banyak padanya. Dia tidak membenci dakwah meskipun dia dikecewakan oleh seorang aktivis dakwah.

Di antara nilai-nilai akhlaq yang semuanya mesti kita tanamkan dalam diri, ada dua nilai yang cukup relevan dengan kelancaran dakwah, yaitu kelembutan dan rendah hati. Kelembutan adalah perpaduan hati, ucapan dan perbuatan dalam upaya menyayangi, menjaga perasaan, melunakkan dan memperbaiki orang lain. Kelembutan adalah kebersihan hati dan keindahan penyajian yang diwujudkan dalam komunikasi lisan maupun badan. Bukanlah kelembutan bila ucapannya lembut tapi isinya penuh dengan kata-kata kasar menyakitkan (nyelekit). Bukan pula kelembutan bila menyampaikan kebenaran tapi dengan caci maki dan bentakan. Berwajah manis penuh senyum, memilih pemakaian kata yang benar dan pas (qaulan syadidan), memaafkan, memaklumi, penuh perhatian, penuh kasih sayang adalah tampilan kelembutan. Wajah sinis, penuh sindiran yang terkadang tanpa tabayyun, buruk sangka, ghibah, pendendam, emosional merupakan kebalikan dari sifat kelembutan.
Rendah hati merupakan perpaduan hati, ucapan dan perbuatan dalam upaya mendekatkan/mengakrabkan, melunakkan keangkuhan, menumbuhkan kepercayaan, membawa keharmonisan dan mengikis kekakuan. Angkuh, sok pintar dan hebat, merasa paling berjasa, merasa levelnya lebih tinggi, minta dihormati, enggan menegur/menyapa lebih dulu, tidak mau diperintah, sulit ditemui/dimintai tolong dengan alasan birokratis, menganggap remeh, cuek dan antipati merupakan lawan dari rendah hati. Allah berfirman dalam surah Asy Syu’araa ayat 215
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang beriman yang mengikuti kamu.”
Bila Rasulullah saja dengan berbagai pesona dan kelebihannya diperintah untuk tawadhu (dan Rasul telah menjalankan perintah itu), tentulah kita yang apa adanya ini harus lebih rendah hati. Rendah hati terhadap murabbi, rendah hati terhadap mutarabbi dan rendah hati terhadap seluruh orang-orang beriman menunjukkan penghormatan kita pada Rasul dan pada kebenaran Al Qur’an. Sebaliknya, keangkuhan dan perasaan lebih dari orang lain menandakan masih jauhnya kita dari Qur’an dan Hadist.
Marilah kita lebih mengaplikasikan apa-apa yang sudah kita ketahui. Betapa pemahaman kita tentang pentingnya akhlak dalam mengantarkan pada kesuksesan dakwah mungkin sudah cukup mumpuni. Namun tinggal bagaimana kita terus meningkatkan penerapan nilai-nilai akhlaq itu dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya dalam mengemban tugas dakwah. Telah dan akan terus terbukti bahwa sambutan masyarakat terhadap dakwah adalah di antaranya karena pesona akhlaq kita, kelembutan kita memaklumi, mengingatkan dan meluruskan mereka dan kerendahhatian kita untuk terus bersabar mendekati dan menemani hari-hari mereka dengan dakwah kita. Dalam konteks khusus pun demikian, betapa kelembutan dan kerendahhatian ternyata lebih melanggengkan/mengawetkan binaan-binaan kita untuk terus berdakwah bersama kita.

Ikhwan dan akhwat fillah, hendaknya dari hari ke hari kita terus mengevaluasi diri, membenahi akhlaq kita dan memantaskan diri (sepantas-pantasnya) sebagai seorang juru dakwah. Memang kita manusia biasa yang penuh salah dan kekurangan, namun janganlah itu menjadi penghalang kita untuk memujahadah diri menuju kepada kedewasaan sejati. Masa lalu yang kasar dan angkuh hendaklah segera pupus dari diri kita. Kita mulai membiasakan diri untuk lembut di tengah keluarga, di antara aktivis dakwah hingga ke masyarakat luas. Kita mesti melatih kerendahhatian di tengah murid-murid kita, dengan sesama aktivis, pada murabbi kita hingga ke seluruh masyarakat. Dan pada akhirnya nanti insya Allah kita dapatkan keberhasilan dakwah Rasulullah terulang kembali, lewat hati, ucapan dan perbuatan kita yang telah diwarnai nilai-nilai akhlaq.

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ
(بِالْمُهْتَدِينَ (النحل:125
“Serulah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS 16:125)