doa pengikat hati

Yaa Alloh, sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati-hati ini telah berkumpul dalam cinta hanya kepada-Mu, bertemu dalam ketaatan kepada-Mu bersatu dalam dakwah-Mu, berjanji setia untuk membela syari'at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertalian ini, abadikanlah kasih sayang ini, tunjukkanlah jalan kami, dan penuhilah dengan cahya-Mu yang tak pernah padam, lapangkanlah dada ini dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma'rifat-Mu, dan matikanlah dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amien.....

Jumat, 24 Juli 2009

Masjid dan Shalat Berjamaah dalam kehidupan seorang muslim

Penerjemah:

Abu Ahmad

________

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah saw, beserta keluarga dan para sahabatnya dan orang-orang yang mendukungnya…

Shalat berjamaah dalam suatu masjid merupakan tanda adanya hidayah dan perbaikan

Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللَّهَ فَعَسَى أُوْلَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنْ الْمُهْتَدِينَ

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (At-Taubah:18)

Dan diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abdullah bin Mas’ud berkata:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ، فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صلى الله عليه وسلم سُنَنَ الْهُدَى، وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى، وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ، وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ، وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً، وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً، وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ، وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

“Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah pada hari esok (hari kiamat) sebagai muslim, maka hendaknya menjaga beberapa kewajiban shalat yang selalu diserukan kepadanya, karena sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada nabi-Nya beberapa sunah yang membawa pada petunjuk, dan beberapa hal tersebut juga merupakan bagian dari sunah yang membawa petunjuk, sekiranya kalian shalat di rumah-rumah kalian sebagaimana orang yang berbeda pendapat lalu shalat di rumahnya maka kalian akan meninggalkan sunah nabi kalian, dan sekiranya kalian meninggalkan sunah nabi, maka kalian akan tersesat, dan tidaklah seseorang yang berwudhu (bersuci) lalu baik wudhunya, kemudian bersengaja menuju ke masjid dari masjid-masjid Allah kecuali akan dituliskan kepadanya oleh Allah dari setiap langkah yang dilakukannya satu kebaikan, dan diangkatnya satu derajat serta dihapus darinya dengannya satu keburukan, dan kami telah melihat bahwa tidaklah berbeda pendapat darinya kecuali sebagai orang munafik yang tampak kemunafikannya, dan adalah seseorang akan diberikan dengan hidayah di antara dua orang sampai di tegakkan nya shaf (barisan) shalat”.

Sampai pada batas inilah para sahabat memandang bahwa jamaah di masjid merupakan pembeda antara orang beriman dan munafik, bahkan katika ada yang sakit dari mereka berusaha dibopong ke masjid karena tidak mampu berjalan menuju masjid untuk ikut shalat berjamaah!

Adapun dalil-dalil keutamaan shalat jamaah di masjid sangatlah banyak yang tidak asing lagi bagi Ikhwanul Muslimin, bahkan kedudukan salah seorang sahabat dari mereka tidak jauh dari komitmennya kepada masjid.

Pernah ditanyakan kepada nabi saw: sekiranya saya membeli keledai yang dapat Anda kendarai pada waktu malam dan pada waktu terik matahari! Beliau berkata: tidak ada yang memberikan kebahagiaan kepadaku bahwa kedudukan saya ada ketika berada di samping masjid, saya berharap dituliskan untukku pada setiap langkah menuju masjid, dan pulangnya lalu aku bertemu dengan keluargaku. Maka Rasulullah saw bersabda: “Sungguh Allah telah memberikan kepadamu semua itu”.

Jamuan ruhiyah

Bahwa orang yang berjalan menuju masjid untuk shalat, maka ketika pulang dan perginya merupakan tamu Allah dan jamuan Allah, dan Allah akan memberikan kemuliaan dengannya dari jamuan yang dapat memenuhi hatinya berupa ketenangan dan ketenteraman, memenuhi ruh dan jiwanya akan keridhaan dan kebahagiaan, serta memberikan dada yang lapang dan penuh keceriaan. Rasulullah saw juga bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ وَرَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ نُزُلَهُ مِنَ الْجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ

“Barangsiap yang pergi ke masjid dan pulang darinya, maka Allah akan mempersiapkan untuknya kedudukan yang tinggi di surga setiap kali dirinya pergi dan pulang”. (Muttafaq alaih).

Dan Rasulullah saw menyebutnya dengan al-kafarat (penghapus dosa), beliau bersabda:

الْكَفَّارَاتُ: الْمُكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ، وَالْمَشْيُ عَلَى الأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ، وَإِسْبَاغُ الْوُضُوءِ فِي الْمَكَارِهِ، وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ، وَكَانَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Al-kaffarat adalah berdiam di masjid setelah shalat, dan berjalan dengan kaki untuk shalat berjamaah, sempurna dalam berwudhu, dan barangsiapa yang melakukan itu maka akan mendapatkan kehidupan yang baik dan meninggal dalam keadaan baik, dan gugur segala kesalahannya seakan baru dilahirkan dari rahim ibunya”. (Tirmidzi)

Allah sangat senang kepada hamba-Nya yang terbiasa ke masjid dan berjamaah

Nabi saw bersabda:

مَا تَوَطَّنَ رَجُلٌ مُسْلِمٌ الْمَسَاجِدَ لِلصَّلاَةِ وَالذِّكْرِ إِلاَّ تَبَشْبَشَ اللَّهُ لَهُ كَمَا يَتَبَشْبَشُ أَهْلُ الْغَائِبِ بِغَائِبِهِمْ إِذَا قَدِمَ عَلَيْهِم

“Tidaklah seorang muslim pergi ke masjid untuk shalat dan berdzikir kecuali Allah SWT sangat senang dan bergembira kepadanya sebagaimana senang dan gembiranya orang yang lama tidak bertemu dengan saudaranya kemudian berjumpa pada suatu hari”. (Ibnu Majah)

Hati-hatilah dari tidak shalat berjamaah di masjid dan menjauh dari masjid!!

Karena itu di antara taujihat Ikhwan adalah memelihara shalat jamaah, memakmurkan masjid dengan berdzikir dan shalat, tidak mencari-cari rukhsah untuk meninggalkan jamaah di masjid kecuali karena udzur yang sangat terpaksa.

فقد اشتكى ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الأعمى لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم كِبَر سنه وعمى بصره وفقد القائد الملازم، فقَالَ صلى الله عليه وسلم: “هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ”؟ قال: نَعَمْ. قَالَ: “مَا أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً

“Suatu ketika Ibnu Ummi Maktum yang buta menghadap dan mengadu kepada Nabi saw karena usianya yang sudah lanjut dan matanya buta serta tidak ada yang menuntunnya. Maka nabi saw berkata kepadanya: “Apakah kamu mendengar suara azan? Beliau berkata: Ya, nabi bersabda: Saya tidak menemukan dari rukhsah (keringanan) sedikitpun”. (Ibnu Majah)

Karena itulah wahai akh muslim hendaklah kalian keluar menuju masjid untuk ikut shalat berjamaah, bagaimanapun kondisinya, sekalipun menurut perasaan Anda tidak mendapatkan jamaah pertama; karena nabi saw bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلاَّهَا وَحَضَرَهَا، لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang berwudhu, lalu sempurna wudhu, kemudian pergi menuju masjid dan mendapati jamaah telah selesai shalat jamaahnya, maka Allah akan memberikan kepadanya seperti ganjaran orang shalat dan hadir pertama kali, tidak dikurangi sedikit pun ganjaran dari ganjaran mereka”. (Abu Daud)

Masjid dan shalat berjamaah adalah inti kesuksesan dakwah

Bahwa dakwah kami wahai Ikhwan adalah dakwah Islam yang bertolak dari masjid; melekat hati-hati ini kepada masjid dan begitu cinta kepadanya karena Allah, dan apa yang diwasiatkan oleh imam Syahid Hasan Al-Banna kepada Ikhwan pada setiap bagian atau tempat untuk terus menumbuhkan hubungan kepadanya; yaitu berupa semangat untuk shalat fajar secara berjamaah satu kali dalam setiap pekan paling sedikit bersama-sama di dalam satu masjid.

Sebagaimana shalat secara berjamaah yang kita tunaikan pada setiap hari lima kali merupakan latihan harian pada sistem jamaah secara nyata dan kongkret, menyatu di dalamnya berbagai bentuk kebaikan yang beragam; karena dengannya akan terwujud makna persamaan, menghilangkan perbedaan kulit, tingkatan dan ras, mewujudkan persatuan dan aturan pada suatu keinginan dan fenomena yang sama, membiasakan orang beriman untuk meluruskan yang salah dan keliru, sekalipun dia adalah imam (pemimpin), dan juga membiasakan sang imam (pemimpin) yang salah dan keliru untuk memperbaiki kesalahannya dan kekeliruannya dan menerima yang benar, siapapun yang menunjukkannya kesalahan tersebut kepadanya, karena itu apakah ada yang tersisa dari sistem yang beragam ini akan kelebihan dan keutamaan Islam, padahal telah disatukan berbagai kebaikan dan diberikan perlindungan di dalamnya dari berbagai keburukan dan kejahatan serta kesalahan.

Kemudian dalam memelihara shalat berjamaah akan menumbuhkan di hati orang beriman sifat positif, dan menghilangkan sifat negatif dan tidak peduli, mendorong untuk mewujudkan Islam secara nyata dan kongkret, bekerja untuknya dan mengarahkan hidup di dunia pada jalan kebaikan yang dibawa olehnya. Ustadz Al-Banna berkata: “Dari sinilah wahai Ikhwan, kami melihat para kekasih masjid, pecinta ibadah, penghafal Al-Qur’an, dan bahkan para generasi muda yang terikat dari para salafus shalih semoga Allah merahmati mereka semua; tidak pernah puas dengan kemerdekaan negeri mereka, dan tidak pernah bangga dengan kemuliaan kaumnya, dan kebebasan bangsa mereka, namun mereka selalu menyebar ke pelosok bumi, yang dengannya mereka mendapatkan petunjuk, mengajak untuk menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat, tidak berlebih-lebihan dan bermalas-malasan, tidak melakukan kezhaliman dan permusuhan, dan memperbudak manusia karena mereka terlahir dalam keadaan merdeka”.

Karena itu marilah ke masjid wahai Ikhwan yang tercinta, makmurkanlah dengan shalat berjamaah, shalat wajib, dzikir dan membaca Al-Qur’an, berbaurlah dengan orang-orang shalih dan mulia di tengah masyarakat kalian, jadikanlah ini sebagai titik tolak dalam berdakwah, memberikan arahan dan petunjuk bagi dunia secara keseluruhan, kembalilah kepadanya dari setiap seruan untuk shalat sehingga kalian dapat membersihkan jiwa-jiwa kalian, memulai dalam gerak dan aktivitas kalian, niscaya Allah akan selalu bersama kalian dan tidak menyia-nyiakan amal ibadah kalian.

Sampai berjumpa lagi pada pembicaraan yang lain bersama (suara dari dalam hati)..

Saya titipkan kepada Allah agama, amanah dan akhir dari perbuatan kalian.

Allah Maha Besar dan segala puji hanya milik Allah.

Muhammad Mahdi Akif

Senin, 29 Juni 2009

Menikah antara Teori vs Praktek

Judul yang hiperbolis?
tidak juga, disini kita akan bicara sedikit antara teori dan praktek dalam pernikahan. Kok sedikit? ya iyalah, lha yang nulis kan belum menikah, jadi hanya bisa cerita sedikit dari sisi kalangan akademisi (maksudnya kalangan yang bergelut dengan teori-teori), ^_^.
Oke, tulisan ini terinspirasi dari sebuah topik di forum diskusi (Forum Sholahudin), salah seorang member (pak A-HA), beliau menuliskan di topik tersebut seperti ini "Dalam teori vs praktek.... nikah itu sama dengan berenang. Meskipun antum belajar berenang dengan 10 buku tebal, tetapi nggak pernah nyemplung ke air... insya Allah antum tenggelam ketika nyemplung ke air. Sebaliknya... orang desa yg tanpa teori, tetapi nyemplung duluan sambil belajar, maka dia akan bisa berenang.. meskipun akan sulit jadi perenang hebat jika belajar berhenti sampai disitu. Dalam soal nikah, terlalu banyak romansa didalamnya yang hanya bisa dirasakan, tetapi sulit diteorikan. Itulah kenapa Rasulullah sampai menyampaikan bahwa nikah adalah setengah Din"

Yup, tulisan beliau, sepertinya sudah mewakili untuk tulisan ini, tapi ijinkan saya sedikit saja berbicara mengenai hal ini dan mohon koreksi jika ada salah dari saya.

Ilustrasi lain yang mungkin menggambarkan hal tersebut adalah ketika kita duduk di bangku SMA dan belajar Fisika, di dalam kelas kita belajar tentang teori pembiasan cahaya, Ketika dibiaskan, cahaya akan berubah arah. Pembelokan ini terjadi ketika cahaya pindah dari medium satu ke yang lain. Hal ini terjadi karena cahaya bergerak dengan kecepatan berbeda dalam medium berlainan. Ketika memasuki prisma kaca, cahaya akan dibelokkan. Begitu pula jika keluar dari prisma. Selain membiaskan cahaya, prisma memisahkan cahaya putih menjadi komponen warnanya. Warna cahaya yang berlainan ini berbeda frekuensinya, sehingga memiliki kecepatan tempuh berbeda ketika memasuki suatu zat. Cahaya yang kecepatannya rendah di dalam kaca akan dibelokkan lebih tajam ketika pindah dari udara ke kaca, karena perbedaan kecepatannya berlainan. Tak mengherankan jika komponen yang membentuk cahaya putih dipisahkan berdasarkan frekuensinya ketika melewati kaca. Pada prisma, cahaya akan dibelokkan dua kali, ketika masuk dan keluar, sehingga penyebaran cahaya terjadi.
Tetesan air hujan dapat membiaskan dan menyebarkan cahaya mirip sebuah prisma. Dalam kondisi yang tepat, pembiasan cahaya ini membentuk pelangi.

Panjang ya teori bagaimana pelangi itu terbentuk. Itu teori. lalu apakah pelangi itu indah?
saya yakin tidak akan bisa kita katakan pelangi itu indah hanya berbekal teori tersebut, kita akan bisa katakan bahwa Pelangi itu indah ketika kita benar-benar melihatnya. begitu bukan?

Sudah banyak buku yang mengupas hal-hal pernikahan, buku-buku tersebut tidak hanya menyampaikan hal-hal indah dalam pernikahan dan kehidupan rumah tangga tapi juga problematika yang mungkin akan muncul setelah menikah dan memulai kehidupan berumah tangga. Kalau begitu apakah teori dalam pernikahan itu perlu?
Jelas teori itu tetap diperlukan, paling tidak teori-teori dasar tentang pernikahan dan hidup berumah tangga, sehingga ketika memulai kehidupan yang baru kita tidak terlalu kaget dengan hal-hal yang menjadi problem dalam kehidupan berumah tangga. Namun jangan terlalu asyik dalam berteori sehingga lupa untuk mempraktekkan teori yang sudah dipelajari, seperti ilustrasi yang digambarkan diatas. Ketika kita belajar teori tentang berenang maka kita tidak bisa mengatakan bahwa berenang itu mengasyikkan, dan juga kita tidak dapat mengatakan berenang itu menyehatkan hanya dengan membaca teorinya, sebelum kita benar-benar mempraktekkan berenang dan merasakan manfaatnya, begitu halnya dengan teori pembiasan cahaya dalam mata pelajaran Fisika yang saya sebutkan diatas. Oleh karena itu ketika orang sudah mengatakan siap untuk menikah salah satu kesiapannya adalah pengetahuan akan hal-hal dasar (minimal) mengenai pernikahan (teori), selain kesiapan mental akan amanah dan tanggung jawabnya sebagai suami nantinya, dan juga kesiapan dalam hal finansial. Jadi sudah seharusnya antara teori dan praktek berjalan beriringan.

Rabu, 11 Maret 2009

Rehat sejenak....

Kawan, pernahkah engkau merasa begitu semangat pada suatu waktu?
pasti, karena memang kita harus lalui hidup ini dengan penuh semangat,
Dan pernahkah engkau merasa semangat itu lama kelamaan mengendur, dan menyisakan suatu keletihan dan kelelahan?
pernah, sebagaimana iman, yang bisa naik dan turun, begitu pula dengan semangat,

Adakah lalu kita mengutuki keletihan dan kelelahan itu?
tidak kawan, karena memang inilah kita -manusia- makhluk yang lemah...

Adakah lalu kita menyalahkan keletihan dan kelelahan yang menghinggapi diri kita?
Kawan, seorang teman berujar...
Keletihan pun merupakan nikmat dari-Nya,
karena dengan letih itulah istirahat menjadi indah....

Kawan...
Rehatlah sejenak dari rutinitas mu
sesekali rasakanlah harmoni alam ini
rasakan semilir angin, merdunya kicauan burung, dan gemericik air
nikmati canda tawamu bersama keluarga
pejamkan matamu
rasakan kesegaran itu
biarkan ia merasuk dalam dirimu
ucapkanlah takbir, tahmid, dan tahlil akan kebesaran Alloh dari kedalaman hatimu

Rehatlah sejenak kawan,
Karena hatimu pun perlu suatu kesegaran
Dzikir adalah kesegaran bagi hati
sholat 5 waktu pun rehat bagi diri dari kesibukan sehar-hari

Ketika dirimu diliputi kekecewaan
rehatlah sejenak
carilah bahagia tuk gantikan kecewa

Ketika dirimu dihinggapi penyesalan
rehatlah sejenak
temukan keikhlasan tuk mengganti sesal yang ada

Ketika hatimu disusupi oleh kesedihan
rehatlah sejenak
ajaklah ketabahan tuk hilangkan sedih itu

Ketika amarah mulai merasuk dalam dirimu
rehatlah sejenak
temui kesabaran tuk menghilangkannya

Ketika ketidakpuasan menyambangimu
rehatlah sejenak
biarlah kesyukuran berkunjung dan menetap di hatimu

Rehatlah sejenak kawan...

Rehat sejenak pada koma,
bukan titik, karena kita harus melanjutkan cerita kehidupan dan perjuangan ini...

Selasa, 03 Februari 2009

Bangun Cinta atau Jatuh Cinta?

Ada 2 hal ketika kita bertemu Cinta,
Jatuh Cinta dan Bangun Cinta, padamu saudaraku kusarankan memilih yang kedua terlebih dahulu, mengapa?

Bukankah kata orang Jatuh Cinta itu indah?

Bangun cinta?

Belum pernah denger tuh istilah bangun Cinta, mungkin itu yang terlintas di pikiran anda ketika membaca coretan sederhana ini. Kalau begitu mari kita coba kupas sedikit kedua hal tersebut. Dengan suatu logika sederhana, sesuatu yang diawali kata “JATUH” akan terasa sakit, begitu juga dengan jatuh cinta, ketika kita jatuh cinta, namun tidak menemukan muaranya yaitu kebersamaan dengan sang kekasih dalam koridor batasan Syariat yaitu pernikahan yang sah dan barokah, maka hal itu akan menyisakan luka di hati, beda halnya dengan sesuatu yang diawali dengan kata “BANGUN”, ada seberkas energi positif didalamnya. Bangun Cinta merupakan kerja kita untuk menumbuhkan cinta sehingga semakin hari, cinta itu semakin menjulang tinggi ujungnya, namun tetap kuat dan kukuh pondasinya. Salim A Fillah dalam salah satu bukunya menuliskan Jika kita menghijrahkan cinta, dari kata benda menjadi kata kerja,maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam paragraf sejarah. Jika kita menghijrahkan cinta,dari jatuh cinta menuju bangun cinta,maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga, maka sudah seharusnya kita jadikan cinta itu sebagai kata kerja, karena dengan begitu cinta itu akan membuahkan suatu hasil yang dapat menenangkan dan memuaskan hati kita.


Seorang teman pernah berujar jika kita jatuh cinta dengan orang yg kita nikahi itu adalah kemungkinan, namun jika kita bangun cinta dengan orang yg sudah kita nikahi itu adalah kewajiban.

Lalu apakah salah jika kita jatuh cinta?

Memang tidak salah saudaraku, namun jika jatuh cinta ini tidak menemukan muaranya yang pas, atau harus bermuarakan dalam kubangan lumpur yg menyesakkan bukankah malah menjadi penderitaan?

Lain halnya jika jatuh cinta itu bermuarakan dalam suatu muara yang pas, seperti diungkapkan diatas, yaitu pernikahan yang sah dan barokah, jika kita ibaratkan maka seperti pertemuan samudera yg bersih,dengan hangatnya air laut, maka jatuh cinta itu akan berkembang menjadi sebuah koloni kehidupan yang mendamaikan setidaknya sedap dipandang mata,hati,dan pikiran coba tengoklah sejenak kehidupan muara di pantai, ada rindangnya bakau, ada indahnya kicau burung pantai, ada debur ombak halus, ada angn sepoi, ada pasir halus, dan ada hal-hal lain yang dapat menenangkan jiwa kita.


itulah jatuh cinta yang benar, tergantung bagaimana muaranya dan bagaimana kita mengalirkannya, mengalirkan kalbu ini ke Muara yg terbaik yaitu Pernikahan yang Sah dan Barokah.


Dan bagaimana mengupayakan gemuruh cinta di hati ini dari yang kita awali dengan Bangun Cinta menjadi Jatuh Cinta…

Jatuh Cinta yang tak lagi terbalaskan dengan sakit di hati….

Jatuh Cinta yg hakiki karena Alloh Subhanahu wa ta’ala....

Wallohu a’lam.

Jazakalloh khoiron katsiron kepada akh Pani yang bersedia berdiskusi, afwan ane tulis kembali pemikiran antum disini.

Kamis, 22 Januari 2009

HIJRAH

atas bukti kerelaan
perjalanan ini mesti dituntaskan
walau pedang terhunus menghalangi
walau badai gurun menampar hati

karena sungguh,
atas bukti ketaatan
bahaya jadi tak bermakna
pedih perih jadi tak terasa….

bukan karena takut akan ancaman
perjalanan ini terjadi
namun semata sebagai bukti ketundukan
atas perintah yang mesti dijalankan
karena Alloh – lah pemegang kendali hidup
Alloh – lah sang penguasa hati

hingga madinah menyambut penuh gempita
gelora juang kembali berkobar
dalam hati nabi
dalam hati kaum mu’minin
dalam hati kita….
hijrah tak kan pernah berakhir
selalu ada dalam jiwa…
sebagai kerelaan hati untuk berubah
kapan-pun, di mana-pun

Minggu, 18 Januari 2009

Menikahlah dan ketenangan itupun akan hinggap di hatimu !!!

Kapan nikah?
Pertanyaan yang tak jarang keluar dari orang-orang terdekat. Saya akui langsung ataupun tak langsung kondisi lingkungan dan pergaulan sangat berpengaruh kepada timbulnya keinginan untuk menikah, seperti misalnya, diri yang sudah berpenghasilan dan cukup untuk menghidupi keluarga nantinya, teman sejawat yang satu per satu melepas masa lajangnya, teman kantor yang sebagian besar sudah berkeluarga sehingga klo ngobrolin masalah keluarga mau ta mau kita ikutan nimbrung, dan "kompor" yang apinya ta henti-henti terus berkobar, dan masih banyak lagi kondisi yang memicu timbulnya keinginan kuat untuk segera menggenapkan setengah Agama ini"
Ketika kita sudah siap untuk menikah, dan ada orang yang bilang "kamu masih terlalu muda untuk menikah", maka umur bukanlah standar baku dalam memandang seseorang apakah sudah layak dan siap menikah atau belum, karena ada orang yang umurnya masih muda namun dia berpikiran dewasa, begitu juga sebaliknya ada orang yang sudah bisa dikatakan berumur namun pola pikirnya masih kekanak-kanakan. Tak hanya itu, tak jarang juga ada ungkapan di masyrakat kita bahwa, kalau menikah itu dapat menghambat studi, juga perhatian terhadap orang tua bisa berkurang dan nikah itu jangan hanya dilihat enaknya saja, akan ada timbul masalah ketika sudah menikah. Mari kita coba telisik satu per satu apa yang dikhawatirkan sebagian orang sebagaimana tersebut di atas tadi.
Pertama, menikah dapat menghambat studi, Ustadz Fauzil Adhim dalam taushiyahnya mengatakan, bahwa berapa banyak orang yang menunda menikah padahal ia sudah mampu untuk menikah dan mendahulukan studi, prestasinya tidak begitu luar biasa,cenderung biasa-bisa saja dan banyak juga orang yang mendahulukan menikah dan melanjutkan studi prestasi mereka malah luar biasa. Jadi studi bukanlah alasan untuk menunda pernikahan jika memang kita sudah mampu untuk menikah. Semua tergantung kepada orang yang menjalaninya, namun bagi saya dan beberapa orang, ini adalah merupakan tantangan untuk menunjukkan bahwa dengan mendahulukan menikah prestasi studi kita pun dapat menjadi luar biasa.
Kedua, perhatian kepada orang tua akan berkurang, untuk hal ini, tak dipungkiri ketika menikah maka akan ada istri dan anak-anak kita nantinya yang menuntut perhatian dari kita, namun birul walidain tetap akan berlaku sampai kapanpun, tidak ada seorang anakpun yang tak ingin membahagiakan orang tuanya, bahkan ketika menikah saya yakin kita akan terus berusaha untuk membahagiakan orang tua kita, karena ridho merekalah salah satu tiket kita menuju surga-Nya Alloh Subhanahu wa ta’ala. Untuk masalah ini, yang terpenting adalah komunikasi kita dengan anak, istri dan orang tua kita, yang dibarengi dengan sikap saling menghormati dan pengertian satu sama lain, InsyaAlloh hal ini tidak akan menjadi masalah yang besar.
Ketiga, akan timbul masalah ketika menikah, hal ini pun merupakan hal yang akan terjadi dalam suatu kehidupan rumah tangga, namun sekali lagi, masalah didepan bukanlah hambatan kita untuk melangkah menuju mahligai suci pernikahan. Ada teman berucap “Soal masalah, adakah pilihan tanpa masalah di dunia ini? Pilihannya adalah pilihan mana yg masalahnya paling ringan”, ya hidup adalah pilihan, antara yang baik atau yang buruk, taat ataupun maksiat. Begitu juga dengan masalah, ada masalah yang ringan atau berat. Ketika kita memutuskan untuk menunda pernikahan padahal kita sudah mampu dan siap, sedangkan kita hidup di tengah gelombang hidup yang sekarang semakin dahsyat dengan fitnah-fitnah, dan diumbarnya aurat seperti sekarang ini, maka masalahnya akan semakin besar jika kita tetap menunda pernikahan. Namun jika kita menyegerakan untuk menikah maka sebagimana yang disabdakan Rasululloh SAW bahwa “menikah itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan”, sekarang tergantung kita kan memilih pilihan yang mana dengan memperhatikan resiko permasalahan paling ringan ataukah paling berat.
Pembicaraan kita tentang hal ini tidak berhenti hanya disitu, yang berikutnya adalah soal kesiapan untuk menikah, seperti apa sebenarnya seseorang siap untuk menikah? Berhubungan dengan hal ini seorang teman pernah berujar Siap itu, jika ada kesiapan dari hati menerima segala resiko pernikahan , manis maupun pahit getirnya yang akan dihadapi, ada kesiapan diri untuk memikul segala resiko pernikahan dengan amanah-amanah dan tanggung jawab jika sudah berkeluarga, toh nikah nanti atau nikah sekarang kita juga tetep mau nikah kan, dan tanggung jawab itupun mau tak mau akan menggelayut di pundak kita”. Ya, keisapan hati, dan kemantapan langkah yang didapat dari istikhoroh kita memohon dan bermunajat di sepertiga malam yang terakhir agar ditunjukan yang terbaik oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala. Namun begitu kesiapan fisik dan finasial juga tak dapat dikesampingkan, kesiapan ini pun perlu kita pikirkan. Untuk kesiapan fisik saya yakin banyak diantara kita sudah siap untuk menikah, sedangkan untuk kesiapan finansial, ustadz Fauzil Adhim pernah menyinggung masalah ini, menurut beliau yang terpenting bukanlah kita mendapatkan pekerjaan tetap, namun bagaimana kita tetap bekerja. Okelah itu jika kita sudah menikah, lalu jika ada masalah finansial ketika akan menikah bagaimana? Untuk hal ini tergantung kita, apakah ingin menyelenggarakan pernikahan secara sedehana atau mewah. Ingatlah ketika Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Q.S An-Nur 32 mengenai hal ini :
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."
InsyaAlloh jika azzam kita sudah kuat, dan niat sudah kita luruskan, pertolongan Alloh Subhanahu wa ta'ala akan datang.
Sekali lagi hidup adalah pilihan saudaraku, sekarang tergantung kepada kita apakah akan tetap menunda pernikahan padahal kita telah mampu untuk menikah di tengah godaan dunia yang semakin mengerikan dimana, fitnah-fitnah bertebaran disana-sini, aurat juga dengan mudahnya diumbar, serta pornografi dan pornoaksi yang marak dapat kita jumpai di internet, media elektronik, media cetak dan bahkan di lingkungan sekitar kita, atau kita memilih untuk menyegerakan menikah agar pandangan dan kemaluan kita dapat terjaga.
Menikahlah dan ketenangan itupun akan hinggap di hatimu !!!
Wallohu a’lam.

Selasa, 13 Januari 2009

Mengapa Yahudi Mengincar Bocah-Bocah Palestina?

berita dari era muslim... bikin sedih, semoga juga bisa nambah semangat menghapal Qur'an, demi keberlangsungan roda Dakwah...

Eramuslim; Senin, 12/01/2009 16:34 WIB
Cetak | Kirim

Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza. Seperti yang diketahui, setelah lewat dua minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 900 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak. Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka.

Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Khaled Misyal, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz Alquran. Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi.

Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan Alquran. Tak ada main video-game atau mainan-mainan bagi mereka. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid. (sa)